Apa yang sering diinginkan oleh kebanyakan laki-laki tentang sebuah profil wanita impian untuk teman pendamping hidupnya? Cantik, kaya raya, memiliki kedudukan, karir yang gemilang, serta baik pada suami? Mungkin terlalu perfeksionis, namun mungkin kriteria inilah yang banyak diidamkan, atau mungkin juga itu hanyalah sebuah angan-angan belaka sebab jarang sekali ada wanita yang memenuhi kriteria seperti di atas. Kebanyakan laki-laki lebih memperhatikan penampilan dzahir saja, sementara unsur akhlak jarang diperhatikan. Padahal unsur akhlak yang mulia lebih menentukan kebahagiaan mahligai rumah tangga.
Seorang muslim ketika membangun mahligai rumah tangga tentunya menginginkan kehidupan rumah tangga yang akan ia jalani dapat berjalan dengan baik, rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, sarat dengan kebahagiaan, penuh pengertian dan saling ta’awun (tolong menolong). Ia juga mengharapkan pendamping – istri yang pandai memposisikan diri untuk ikut menjaga atap rumah tangga dan menjadi tempat beristirahat dari hiruk-pikuk kehidupan dan aktifitas di luar rumah. Ia juga berharap dari rumah tangganya lahir keturunan yang shalih dan shalihah yang menjadi penyejuk pandangan mata
(qurrata a’yuun) baginya.
Tentunya dari semua harapan di atas hanyalah dapat didapat kalau yang dipilihnya adalah wanita muslimah yang shalihah. Yang mengerti tentang agama, yang dapat menjadi teman hidup baik suka maupun lara, yang dapat mendoakan suaminya agar selalu mendapat perlindungan Allah ketika beraktifitas di luar rumah, yang dapat membantu suami menanamkan tauhid Laa Ilaaha Illallah dalam rumah tangga, yang dapat mendidik anak-anak berakhlak mulia berbudi pekerti yang luhur. Namun sebaliknya jika pendamping hidupnya itu adalah wanita yang tidak terdidik dalam agama, maka ketika rumah tangga
dijalani biasanya dipenuhi percekcokan dan pertengkaran, dari mulai keinginannya yang tidak mau mendukung suami ketika susah sampai tidak dapat menjaga kehormatan ketika suami tidak sedang berada di rumah – Bagaikan duri dalam daging mungkin ungkapan itu yang lebih tepat untuk mendeskripsikan keadaan itu, bukan lagi kebahagiaan yang didapat hanya keruwetan dan kesengsaraan setiap detik waktu yang dijalani, na’uzubillahi min dzaalik…
Seorang muslim ketika membangun mahligai rumah tangga tentunya menginginkan kehidupan rumah tangga yang akan ia jalani dapat berjalan dengan baik, rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, sarat dengan kebahagiaan, penuh pengertian dan saling ta’awun (tolong menolong). Ia juga mengharapkan pendamping – istri yang pandai memposisikan diri untuk ikut menjaga atap rumah tangga dan menjadi tempat beristirahat dari hiruk-pikuk kehidupan dan aktifitas di luar rumah. Ia juga berharap dari rumah tangganya lahir keturunan yang shalih dan shalihah yang menjadi penyejuk pandangan mata
(qurrata a’yuun) baginya.
Tentunya dari semua harapan di atas hanyalah dapat didapat kalau yang dipilihnya adalah wanita muslimah yang shalihah. Yang mengerti tentang agama, yang dapat menjadi teman hidup baik suka maupun lara, yang dapat mendoakan suaminya agar selalu mendapat perlindungan Allah ketika beraktifitas di luar rumah, yang dapat membantu suami menanamkan tauhid Laa Ilaaha Illallah dalam rumah tangga, yang dapat mendidik anak-anak berakhlak mulia berbudi pekerti yang luhur. Namun sebaliknya jika pendamping hidupnya itu adalah wanita yang tidak terdidik dalam agama, maka ketika rumah tangga
dijalani biasanya dipenuhi percekcokan dan pertengkaran, dari mulai keinginannya yang tidak mau mendukung suami ketika susah sampai tidak dapat menjaga kehormatan ketika suami tidak sedang berada di rumah – Bagaikan duri dalam daging mungkin ungkapan itu yang lebih tepat untuk mendeskripsikan keadaan itu, bukan lagi kebahagiaan yang didapat hanya keruwetan dan kesengsaraan setiap detik waktu yang dijalani, na’uzubillahi min dzaalik…
0 komentar:
Posting Komentar